Di dalam perjalanan tiada henti wali paidi berdoa membaca sholawat yg
ditujukan kepada semua orang yg ditemuimya di dalam perjalanan, hari
itu wali paidi menuju ke rumah mas kiai, karena beberapa hari yg lalu
wali paidi dipanggil untuk membicarakan arah perjuangan yg mas kiai
perintahkan kepadanya
Selama ini wali paidi lebih mengutamakan untuk membimbing anak-anak nakal yg tidak tahu arah dan sudah dikucilkan dimasyarakat, wali paidi lebih senang merawat mereka, karena mereka ini kalau diarahkan tidak pernah membantah dan manutnya itu saklek tanpa dipikir panjang, pasrah bongkoan, beda dg para santri yg selama ini jg dibimbing oleh wali paidi, mereka lebih sering protes dan merasa dirinya sudah mengerti, kadang wali paidi jadi gregetan menghadapi para santri ini
Wali paidi masih ingat dg ucapan mas kiai yg mengistilahkan para anak-anak nakal ini dg sebutan " semak belukar "
" di..(wali paidi )..semak belukar kalau yg merawat itu seorang gembala, maka akan jadi makanan ternak semua, tapi kalau yg merawat itu seorang tabib maka semak belukar itu bisa jadi obat.."
Sejak itu wali paidi mulai memperhatikan anak-anak nakal yg kehilangan arah tersebut, wali paidi berjuang mengorbankan waktu bahkan uang demi untuk menemani mereka.
Sesampai dirumah mas kiai , wali paidi lansung disuruh masuk kekamar mas kiai dan setelah nyeruput kopi, mas kiai bertanya kepada wali paidi
" bagaimana pendapatmu tentang yayasan-yayasan yg aku bentuk selama ini..."
Wali paidi menjawab dg terus terang
" 80 persen mubazir mas, sedang mubazir itu senjatanya setan mas hehehe, orang - orang yg mas kiai percaya selama ini banyak yg tidak paham dan keliru memahami apa yg mas kiai perintahkan, mereka merasa sudah mengerti dan merasa bangga dg amanat yg mas kia berikan..."
" benar apa yg kamu ucapkan, kalau memang kamu berpendapat seperti itu kamu harus ikut bertanggung jawab untuk membantu membetulkan yayasan-yayasan yg aku bentuk selama ini, supaya berjalan di rel yg benar dan lurus..."jawab mas kiai
" inggih ...mas kiai " jawab wali paidi dg berat
Mas kiai tersenyum melihat wali paidi yg agak keberatan dg tugas yg ia berikan, mas kiai tahu kalau beban wali paidi sekarang menjadi semakin berat, karena mengarahkan santri yg ahli ilmu itu lebih sulit daripada mengarahkan para anak-anak nakal atau santri yg bodoh.
Melihat itu mas kiai menjelaskan kepada wali paidi
" walau bagaimanapun orang yg punya ilmu itu lebih tinggi derajadnya daripada orang yg tidak punya ilmu, mereka ini bagaikan pohon, dan yg namanya pohon itu tidak mudah untuk tumbuh dan jumlahnya semakin hari semakin sedikit, beda dg semak belukar, dimanapun dan kapanpun semak belukar ini bisa tumbuh, dan jumlahnya semakin hari semakin banyak..."
Wali paidi tersenyum sendiri, mas kiai tahu dg apa yg dilakukan dan yg dijalankankan olehnya selama ini,
" inggih mas...akan saya jalankan perintah mas kiai" jawab wali paidi
" pohon- pohon yg sukar untuk diatur kamu sisihkan dulu, carilah pohon-pohon yg mudah dan mau untuk diatur dan diarahkan, kalau pohon yg bagus ini sudah tertata, baru kamu tata lagi pohon-pohon yg ruwet itu, kalau mereka tetap tidak mau, tinggalkan saja mereka...." jelas mas kiai
" trus pohon yg ruwet itu buat apa mas kiai..." tanya wali paidi
" jadikan kayu bakar saja..." jawab mas kiai
" hahahahaha...." wali paidi tertawa
Selama ini wali paidi lebih mengutamakan untuk membimbing anak-anak nakal yg tidak tahu arah dan sudah dikucilkan dimasyarakat, wali paidi lebih senang merawat mereka, karena mereka ini kalau diarahkan tidak pernah membantah dan manutnya itu saklek tanpa dipikir panjang, pasrah bongkoan, beda dg para santri yg selama ini jg dibimbing oleh wali paidi, mereka lebih sering protes dan merasa dirinya sudah mengerti, kadang wali paidi jadi gregetan menghadapi para santri ini
Wali paidi masih ingat dg ucapan mas kiai yg mengistilahkan para anak-anak nakal ini dg sebutan " semak belukar "
" di..(wali paidi )..semak belukar kalau yg merawat itu seorang gembala, maka akan jadi makanan ternak semua, tapi kalau yg merawat itu seorang tabib maka semak belukar itu bisa jadi obat.."
Sejak itu wali paidi mulai memperhatikan anak-anak nakal yg kehilangan arah tersebut, wali paidi berjuang mengorbankan waktu bahkan uang demi untuk menemani mereka.
Sesampai dirumah mas kiai , wali paidi lansung disuruh masuk kekamar mas kiai dan setelah nyeruput kopi, mas kiai bertanya kepada wali paidi
" bagaimana pendapatmu tentang yayasan-yayasan yg aku bentuk selama ini..."
Wali paidi menjawab dg terus terang
" 80 persen mubazir mas, sedang mubazir itu senjatanya setan mas hehehe, orang - orang yg mas kiai percaya selama ini banyak yg tidak paham dan keliru memahami apa yg mas kiai perintahkan, mereka merasa sudah mengerti dan merasa bangga dg amanat yg mas kia berikan..."
" benar apa yg kamu ucapkan, kalau memang kamu berpendapat seperti itu kamu harus ikut bertanggung jawab untuk membantu membetulkan yayasan-yayasan yg aku bentuk selama ini, supaya berjalan di rel yg benar dan lurus..."jawab mas kiai
" inggih ...mas kiai " jawab wali paidi dg berat
Mas kiai tersenyum melihat wali paidi yg agak keberatan dg tugas yg ia berikan, mas kiai tahu kalau beban wali paidi sekarang menjadi semakin berat, karena mengarahkan santri yg ahli ilmu itu lebih sulit daripada mengarahkan para anak-anak nakal atau santri yg bodoh.
Melihat itu mas kiai menjelaskan kepada wali paidi
" walau bagaimanapun orang yg punya ilmu itu lebih tinggi derajadnya daripada orang yg tidak punya ilmu, mereka ini bagaikan pohon, dan yg namanya pohon itu tidak mudah untuk tumbuh dan jumlahnya semakin hari semakin sedikit, beda dg semak belukar, dimanapun dan kapanpun semak belukar ini bisa tumbuh, dan jumlahnya semakin hari semakin banyak..."
Wali paidi tersenyum sendiri, mas kiai tahu dg apa yg dilakukan dan yg dijalankankan olehnya selama ini,
" inggih mas...akan saya jalankan perintah mas kiai" jawab wali paidi
" pohon- pohon yg sukar untuk diatur kamu sisihkan dulu, carilah pohon-pohon yg mudah dan mau untuk diatur dan diarahkan, kalau pohon yg bagus ini sudah tertata, baru kamu tata lagi pohon-pohon yg ruwet itu, kalau mereka tetap tidak mau, tinggalkan saja mereka...." jelas mas kiai
" trus pohon yg ruwet itu buat apa mas kiai..." tanya wali paidi
" jadikan kayu bakar saja..." jawab mas kiai
" hahahahaha...." wali paidi tertawa
ConversionConversion EmoticonEmoticon